Sekilas Info

Politik Barbar versus Etika Politik

Bonafentura Loly

Dalam konteks yang lebih luas sebagaimana penegasan di atas, demokrasi dimaknai sebagai praktek kekuasaan rakyat yang mencakup tindakan-tindakan yang sangat diwarnai oleh konteks sosial, ekonomi, budaya dan bahkan ideologi yang melatarbelakanginya (Sidney Hook -encliklopedia Americana).

Berkenaan dengan realitas politik tersebut, membuat wajah kekuasaan demokrasi menjadi beragam sehingga dalam konteks ini, konseptualisasi dan operasionalisasi demokrasi terkadang sulit dilakukan sebagaimana telah penulis jelaskan diatas.

Sebagai suatu istilah demokrasi merupakan istilah tunggal, tetapi memiliki konsep yang beragam (single term , different concepts), (Philip Schmitter & Tery Lin Karl - What Democracyis).

Dalam konteks Alor, harus diakui bahwa kontekstualisasi dan operasionalisasi demokrasi dalam perspektif demokratisasi dengan memformulasikan issu kesetaraan gender dalam bidang politik masih butuh perjuangan yang panjang.

Ada 3 komponen dasar yang memang masih perlu untuk di reinterpretasikan ke dalam konteks kekinian, yaitu;
Satu, komponen substantif, ini berkenaan dengan rujukan berbagai sistem nilai norma yang menjadi rujukan pendefinisian status laki-laki dan perempuan.

Dalam konteks ini, peranan kaum laki-laki dan kaum perempuan dibedakan secara tegas peranan dan fungsinya secara seksual. Peranan laki-laki diluar rumah (sektor publik) dan peranan kaum perempuan di rumah (sektor privat). Anggapan ini membentuk system nilai dan norma dalam masyarakat terbentuk secara tegas berdasarkan perbedaan gender/ seksualgenitals.

Dua, komponen struktural, ini berkaitan dengan identifikasi peran aktor, kelompok atau institusi dan berkaitan satu dengan yang lain.

Dalam konteks ini yang menjadi rujukan adalah lemah dan kuatnya issu peranan kaum perempuan yang ditentuikan oleh legalisasi kebijakan negara baik yang bersifat umum mau pun khusus yang ditujukan demi peningkatan peran kaum perempuan, dan, Tiga, komponen kultural, ini berkaitan dengan praktek budaya dan sikap mental yang melandasinya, dalam konteks ini dapat dilihat praktek-praktek sosial yang didasari oleh sikap mental yanag cendrung menyudutkan kaum perempuan. Praktek-praktek sosial itu tumbuh berdasarkan adat istiadat dan agama (Ida Ruwaida Noor - Demokrasi & HAM-2000).

Salah satu akar masalah adanya perbedaan pandangan subyektif kelompok social tertentu terhadap isu kesetaraan gender adalah kultur politik yang dalam konteks ini adalah komponen kultural yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah (female bias).

Dalam konteks Alor, harus disadari bersama bahwa struktur masyarakat Alor yang patriarkhis membuat peranan kaum laki-laki lebih kuat dari kaum perempuan, sehingga kondisi tersebut teragregasi pula dalam budaya politik yang menempatkan kaum perempuan sebagai kaum yang lemah. Dari fakta tersebut, maka dalam konteks Alor, patut dievaluasi kembali peranan kaum perempuan dalam bidang politik guna menghindari bergugurannya martir –martir politik perempuan dimasa kini dan masa yang akan datang.

Dari perspektif ketiga komponen ini lah penulis mau bilang begini masih butuh jalan yang panjang bagi kaum perempuan untuk maju memimpin Alor di 2024-2029, karena walaupun konsepsi civic culture nya Putnam dapat direpresentasekan dalam kata-kata ajaib TARA MITI TOMI NUKU, ambivalensi kultural tetap merupakan suatu keniscayaan kemanusiaan kita sebagai orang Alor, mari berpolitik secara bermartabat demi Alor yang kita cintai.

Penulis adalah Advokat Tinggal di Semarang. Kontak e-mail : loly69advokatbona@gmail.com

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penulis: Bonafentura Loly
Editor: Redaksi
Photographer: Istimewa

Baca Juga