Sekilas Info

Politik Barbar versus Etika Politik

Bonafentura Loly

Kekuasaan demokrasi secara lateral berarti kekuasaan oleh rakyat, dan secara etimologis kata itu berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), yang dimaknai sebagai keterlibatan warga negara (kota)-kecuali wanita, anak- anak dan budak ke dalam majelis rakyat.

Ketiga golongan warga negara (kota) itu adalah kelompok masyarakat yang tidak memiliki hak politik. Fakta sejarah ini yang membuat kekuasaan demokrasi sejak zaman Romawi dibenci, namun kini dianggap sebagai bentuk kekuasaan yang paling baik di dunia.

Setelah Declaration Of Human Rights PBB 1948, dan disusul pula dengan Konvensi tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam Sidang Umum PBB 1979, yang mewajibkan negara-negara peserta menghapuskan diskriminasi perempuan dalam berbagai sektor kehidupannya, maka dalam konteks Indonesia issu persamaan gender yang sejak semula oleh para founding father kita dituangkan dalam UUD'45 yang telah diamandemenkan semakin terakselerasi ke dalam aturan-aturan formalistik oleh negara demi menjamin kepentingan kaum perempuan dalam keseluruhan matra kehidupannya, termasuk bidang politik.

Dalam penjelasan UU No.7/1984 (UU ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan), disebutkan bahwa; dalam pelaksanaan ketentuan konvensi ini, WAJIB disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai budaya, adat istiadat, serta norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia (Ida Ruwaida Noor-Demokrasi & HAM, 2000).

Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa pemahaman kekuasaan demokrasi zaman Romawi kini berbeda dengan kondisi saat ini, kaum perempuan mulai mendapat pengakuan akan hak-haknya, termasuk hak dalam bidang politik, tetapi dengan tidak melanggar nilai budaya, adat istiadat dan norma-norma keagamaan yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Dalam perkembangannya, dalam konsepsi kekuasaan (negara) demokrasi, issu panas yang berkembang hingga saat ini adalah issu terkait demokratisasi itu sendiri, karena seperti diawal tulisan ini demokrasi bersifat plural sehingga proses kontektualisasi dan operasionalisasi demokrasi menjadi sulit untuk dilakukan secara komprehensip/utuh.

Menurut Robert D Putnam dalam bukunya Making Democracy Work (1994), dengan mengambil sample Italia sebagai obyek studynya, dia katakan bahwa penduduk di propinsi-propinsi di Italia Utara lebih demokratis daripada hampir keseluruhan propinsi di Italia Selatan dan itu ditentukan oleh civic culture sebagai variabelnya.

Lantas apa itu civic culture ? Putnam menjelaskan bahwa civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan yang dibangun atas dasar nilai-nilai yang menekankan pentingnya hak partisipasi warga untuk mengambil keputusan - keputusan yang berkaitan dengan aspek kepentingan publik.

Partisipasi ini dibangun atas dasar egalitarianisme atau hubungan timbal balik secara horizontal sesama warga atas pluralisme dimana perbedaan faham, kepercayaan, dan kepentingan sesama warga diterima sebagai kenyataan hidup yang harus dihargai, dan karena itu toleransi sosial politik memberi ciri krusial terhadap civic community ini, rasa saling percaya (trust) dan solider sesama warga.

Dalam konteks Indonesia, jika kita mengadopsi teori Putnam, maka penulis berkesimpulan bahwa terdapat perbedaan kontekstualisasi dan operasionalisasi di wilayah Indonesia Timur dan sebagian besar wilayah barat Indonesia dan pada konteks ini pula peranan kaum perempuan dalam konsepsi demokrasi tidak persis sama di dua bagian wilayah Indonesia tersebut.

DEMOKRATISASI ; Issu Kesetaraan Gender versus Ambivalensi Kultural

Demokratisasi selalu dimaknai sebagai suatu transisi ke rezim yang lebih demokratis. Dan dapat dimaknai pula sebagai proses pendemokrasian agar rakyat turut serta dalam kegiatan politik suatu negara.

Secara sempit demokrasi (modern) itu dimaknai sebagai system (tatanan institusional) dan proses pemerintahan, dan fakta ini mengindikasikan adanya proses reduksi pengambilan keputusan publik (secara sengaja atau tidak sengaja-dari berbagai kekuatan-kekuatan masyarakat ke tangan sekelompok orang sebagai pengambil keputusan (pemerintah).

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penulis: Bonafentura Loly
Editor: Redaksi
Photographer: Istimewa

Baca Juga