DPI Bangun Jaringan Media Perangi Monopoli Belanja Iklan

Mencermati situasi akhir-akhir ini, aksi kekerasan oknum aparat terhadap wartawan di negeri ini sepertinya tidak akan ada habis-habisnya. Sederet kasus kerasan terhadap wartawan dari tahun ke tahun ternyata belum cukup kuat membangunkan kesadaran pemerintah dari tidur panjangnya selama ini.
Kekerasan terhadap pers yang berujung kematian rupanya hanya menjadi catatan penting bagi pemerintah, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, dan bahkan kami para pimpinan organisasi pers.
Sampai hari ini belum ada upaya berlevel extraordinary atau luar biasa dari pihak manapun dalam menghentikan kekerasan terhadap wartawan di Indonesia. Tak heran jika aksi kekerasan terhadap wartawan masih saja terjadi sampai hari ini.
Tengok saja aksi kekerasan terhadap sejumlah wartawan saat meliput aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah baru-baru ini. Semua pihak mengecam aksi kekerasan tersebut namun tetap saja penyelesaian kasus ini hanya berujung permintaan maaf.
Baca juga: Audiensi Dengan Komisi A, SPRI Diminta Menyiapkan Naskah Akademik
Gerakan perjuangan kemerdekaan pers yang nyaris berada pada level extraordinary sesungguhnya pernah dimulai pada tahun 2018 lewat gugatan terhadap Dewan Pers oleh dua pimpinan organisasi pers (Persatuan Pewarta Warga Indonesia atau PPWI dan Serikat Pers Republik Indonesia atau SPRI), kemudian berlanjut lewat aksi damai di Gedung Dewan Pers dan di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lalu bermuara pada pelaksanaan Musyawarah Besar Pers Indonesia 2018, dan berakhir pada Kongres Pers Indonesia 2019.
Dari pergerakan inilah lahir Dewan Pers Indonesia atau DPI.
Komentar