Medical Negligenci Ditinjau Dari Perspekrtif Kewajiban Pemenuhan Hak Dasar Pasien
(Suatu analisa yuridis atas matinya pasien rawat inap di Rumah Sakit akibat tidak berfungsi alat (bantu) medis / kesehatan karena padamnya listrik).
Oleh: loly, Bonafentura
Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well being of himsefl and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livehood in circumtances beyond his control. (The universal declaration of human rights- article 25)
Listrik Padam ; tidak berfungsi nya alat (bantu) medis / kesehatan sebagai suatu prognosis medical negligence.
Pada 8 Februari 2010, empat pasien rawat inap di RSUD Pringadi Medan meninggal dunia diduga akibat padamnya listrik. Korban pasien di ruang ICU diduga meninggal dunia akibat alat bantu medis terkoneksi dengan listrik tidak berfungsi, karena padamnya listrik. Pihak menejenen Rumah Sakit membantah hal itu dan beropini bahwa para korban pasien tidak menggunakan alat bantu medis (pernapasan) sehingga tidak memiliki kaitannya dengan padamnya listrik ( Adelia Eka Putra Mirza, news okezone.com ).
Pada 25 Juli 2021, dua pasien Covid-19 meninggal dunia di Rumah Sakit Garden Hospital Yordania karena padamnya listrik Rumah Sakit itu. Proses penyelidikan segera dilakukan guna memastikan hal itu adalah kelalaian atau kesengajaan dari menejemen Rumah Sakit.( Hari Ariyanti-merdeka.com).
Paparan kedua prognosis dari dugaan medical negligence sebagai salah satu dari sembilan anasir yang (dapat) memantik tuntutan hukum dari korban pasien atau keluarganya versi Ikatan Dokter Indonesia tersebut, patut lah menjadi perhatian kita bersama.
Baca juga: Plus-Minus Hukum Dalam Perlindungan Perempuan dan Anak
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan komparatif diametral antara kedua dugaan medical negligence tersebut diatas dengan peristiwa konkrit yang mirip di Alor - NTT beberapa waktu lalu yang patut diduga berakibat pada meninggalnya korban pasien Viktor Onam Karipui di RSUD Kalabahi.
Insiden 10 Maret 2022 di RSUD Kalabahi.
Pada 10 Maret 2022, saudara Viktor Onam Karipui meninggal di ruang intensive care unit RSUD Kalabahi-Alor, kematian mana patut diduga akibat dari tidak berfungsinya alat bantu medis/ kesehatan pernapasan (ventilator) karena listrik PLN padam dan tidak ada koneksi pasokan listrik dari genset RSUD Kalabahi saat itu. Almarhum yang semula dirawatinapkan oleh keluarga karena menderita covid-19, namun ketika telah melewati masa kritis dan saturasi nya menunjukan angka 95 persen dan berangsur membaik, petaka itu datang. Listrik (PLN) padam dan tidak ada pasokan listrik guna menunjang alat bantu medis/ kesehatan pernapasan ( ventilator ) yang sedang almarhum gunakan dan itu mengakibatkan saturasi almarhum turun drastis hingga 30 persen dan berakhir fatal dengan kematianya. Ada upaya yang dilakukan keluarga guna mencari alat bantu pernapasan di luar RSUD Kalabahi, namun semuanya terlambat. Ada teman penulis seorang aktivis menelpon dan menceritakan kejadian menyedihkan itu. Seorang ibu, yang juga ketua DPRD Alor, Enny Anggrek sampai harus meluangkan waktu menelpon PLN Kalabahi dan pada akhirnya teknisi PLN lah yang turun ke lokasi guna memperbaiki genset RSUD Kalabahi ( rusak?) saat itu. Yang jadi tanda tanya penulis sampai detik ini, mengapa pers Alor tidak ada satupun mengulas tentang itu ! Jika kontrol pers tidak ada, maka kematian almarhum akan dianggap sebagai takdirnya, dan tentu saja tidak akan pernah ada investigasi terkait tidak berfungsi ( rusak?) nya genset RSUD Kalabahi. Publik Alor pun tidak akan pernah tahu apakah rusaknya genset itu adalah suatu kesengajaan atau suatu kelalaian ! Ini sungguh memprihatinkan.
Jika tidak ada kontrol pers maka jikalau suatu saat ada kejadian yang sama terulang lagi, maka kita hanya bisa berdoa, semoga itu tidak menimpa sanak keluarga kita.
Patut disayangkan pula, sepanjang yang penulis tahu dari teman-teman aktivis di Kalabahi, tidak ada satupun menejemen RSUD Kalabahi mengklarifikasikan segala sesuatu terkait kematian almarhum dalam press release resmi RSUD Kalabahi.
Ini sungguh memprihatinkan.
Masyarakat Alor memiliki hak untuk mendapatkan semua penjelasan dari badan publik berdasarkan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, termasuk didalamnya penjelasan dari RSUD Kalabahi. Konteks kejadian di RSUD Kalabahi menambah raport merah pelayanan publik di Alor pasca survey yang dilakukan Komisi Ombudsman NTT. Ini sungguh memprihatinkan.
Sudah sepatutnya DPRD ALOR segera panggil Direktur RSUD Kalabahi atau Kadis Kesehatan Kabupaten Alor untuk diminta penjelasan terkait itu dan tentu saja publik pun harus pula mendorong Polres ALOR untuk segera lakukan investigasi untuk memberikan sinyalemen bahwa penegakan hukum itu sangat penting bagi masyarakat Alor.
Bahwasanya, terkait dengan pemadaman listrik dalam rangka perbaikan, lazimnya sesuai standar operasional lapangan, ada pemberitahuan oleh PLN kepada publik satu atau dua hari sebelumnya, terkecuali pemadaman itu terjadi karena keadaaan cuaca buruk akibat badai atau kerusakan yang bersifat insidentil seperti meledaknya travo, suatu pengecualian yang dapat dimaklumi.
Tulisan ini tidak berpretensi mendiskreditkan tanggung jawab RSUD Kalabahi namun demi memberikan reorientase terhadap hak-hak dasar pasien yang dalam dua tahun terakhir ini terkikis karena pendemi Covid-19 dan dalam konteks Alor, demi memberikan warning bagi semua masyarakat Alor, terutama Dewan, Birokrat dan juga pers di Alor untuk senantiasa mengontrol, memperbaiki dan mengutamakan hak-hak dasar pasien yang dirawat di RSUD Kalabahi secara khusus dan tentu saja kesehatan masyarakat Alor secara umum.
Ini penting demi memberikan pelayanan kesehatan yang bermartabat, prima dan tentu saja guna mewujudkan salah satu visi misi Djobo-Duru ALOR SEHAT.
Mencari Ratio Filosofis
Komentar