Sekilas Info

Medical Negligenci Ditinjau Dari Perspekrtif Kewajiban Pemenuhan Hak Dasar Pasien

Loly Bonafentura

Bahwa yang dimaksud dengan keselamatan pasien ( patient safety ) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien yang lebih aman, termasuk didalamnya assesmen, resiko, indentifikasi, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir resiko.
Dari prognosis penyelenggaraan pelayanan kesehatan rumah sakit yang berbasis pada penggunaan alat bantu medis atau alat kesehatan elektronik sebagaimana terurai diawal tulisan ini, maka jika kita merujuk pada anasir medical negligence sebagai satu dari sembilan anasir yang menjadi alasan munculnya tuntutan hukum dari korban pasien atau keluarganya baik terhadap dokter maupun rumah sakit versi Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ), maka menurut penulis adanya medical negligence atau kelalaian medik ini diakibatkan oleh kelalaian dokter dan / atau Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar prosedur operasional, standar pelayanan medis maupun standar asuhan keperawatan. Secara teoretis, ketiga standar pelayanan rumah sakit termaksud memiliki konsekuensi hukum berbeda dalam kaitannya dengan implikasi pelayanan buruk rumah sakit yang menimpa korban pasien.

Dalam konteks standar pelayanan medis yang berkaitan dengan standar profesi medis, maka dokter dalam kapasitasnya sebagai suatu profesi dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum baik secara perdata maupun pidana jika terbukti melakukan malpraktek dokter. Namun sebagai suatu profesi, tuntutan hukum terhadap profesi dokter harus diasumsikan dapat dilakukan dengan syarat bahwa terkait dugaan malpraktek dokter telah terlebih dahulu diperiksa oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dan dalam pemeriksaan kode etik mana tidak terbukti adanya pelanggaran etik dokter, namun merupakan pelanggaran hukum.

Dalam doktrin hukum pidana, medical negligence dalam standar pelayanan medis dokter terjadi manakala dokter lalai dan atau terlambat dalam mengambil tindakan medis diluar konteks Persetujuan Tindakan Medis sehingga berakibat fatal bagi korban pasien. Sebagai misal, jika listrik PLN padam sehingga tidak berfungsinya alat bantu medis / alat kesehatan penunjang pernapasan ( ventilator ) dan tidak terkoneksi pula pasokan listrik penunjang dari genset Rumah Sakit, maka bilamana kondisi ini tidak ditanggulangi sehingga korban pasien meninggal dunia, maka dapat dilakukan tuntutan hukum terhadap dokter yang menangani pasien tersebut.

Medical Negligence secara harafiah di maknai sebagai bad practice atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medis yang mengandung ciri-ciri khusus.

Dalam konteks ini dokter dapat diancam dengan pidana berdasarkan pada pasal 359 KUHP. Penerapan pasal a quo tentu saja dengan pertimbangan terhadap segala upaya yang telah dilakukan oleh sang dokter dalam menyelamatkan nyawa korban pasien. Tentu saja ancaman hukuman yang berbeda akan diterima oleh seorang dokter yang acuh tak acuh terhadap keselamatan pasien selama berjam-jam dalam suatu ruang ICU dimana tidak berfungsinya ventilator bantu pernapasan.

Berdasarkan pengertian doktrinal hukum pidana, kelalaian adalah suatu struktu yang gecompliceerd yang mengandung disatu pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir dan merujuk pada adanya keadaan batin tertentu dan dilain pihak keadaan batin itu sendiri.

Bagi penulis kealpaan atau kelalaian harus memenuhi dua anasir sebagai syaratnya, pertama tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum, kedua , tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Dari pengertian doktrinal kelalaian medical negligence bukan suatu resiko medis. Penekanan yang hakiki dari medical negligence adalah faktor lalai dari dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam Rumah Sakit.

Bahwa tidak saja secara pidana, secara perdata, berdasarkan pasal 1365 KUHperdata keluarga korban pasien dapat menuntut penggantian kerugian terhadap dokter yang bersangkutan.

Sedang dari perspektif standar prosedur operasional, maka medical negligence yang diakibatkan oleh padamnya listrik PLN dan terputus nya sarana penunjang operasional media karena tidak terkoneksinya genset Rumah Sakit sebagai pemasok listrik guna memenuhi standar prosedur operasional Rumah Sakit, maka bilamana dari kondisi tersebut menimbulkan korban jiwa pasien, maka tuntutan hukum dapat diajukan oleh keluarga korban pasien kepada Rumah Sakit yang bersangkutan. Dalam konteks bad practice oleh Rumah Sakit dengan tidak menerapkan standar prosedur operasional dan standar asuhan keperawatan, adalah merupakan tanggung jawab perdata rumah sakit termasuk bertanggung jawab juga atas kelalaian para Nakes nya sehingga menimbulkan kerugian bagi korban pasien.

Selanjutnya 1 2 3 4
Penulis: Loly Bonafentura
Editor: Redaksi
Photographer: Ist/Doc. Pribadi

Baca Juga