Renovasi Gedung Puluhan Miliar di Pandemi COVID, Gubernur Edy Dituding Tidak Bermartabat
Medan – Proyek renovasi gedung Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), termasuk pemecahan paket pengadaan barang dan jasa, meskipun telah dilindungi peraturan dan perundangan, kenyataannya masih rawan tindak pidana korupsi.
Selain rawan korupsi, pemecahan proyek juga membuat pengadaan barang dan jasa menjadi tidak efisien. Penilaian itu dikarenakan pada setiap paket proyek ada beberapa komponen biaya, termasuk honor untuk orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Hal itu dikatakan pengamat pemerintahan, Elfenda Ananda, kepada wartawan di Medan belum lama ini.
Sebagaimana diketahui, gedung Kantor Gubsu di Jalan Diponegoro Medan saat ini sedang menjalani renovasi tahap II dengan total nilai proyek mencapai Rp69 miliar lebih.
Menurut Elfenda, praktik memecah paket pengadaan barang dan jasa menjadi sejumlah item, diduga dilakukan agar tidak melewati kewajiban tender atau lelang. Namun disiasati melalui proses penunjukan langsung ke perusahaan-perusahaan tertentu.
"Sesuai aturan, sistem pengadaan barang dan jasa dengan sistem pengadaan langsung tidak memerlukan lelang karena nilainya maksimal hanya Rp200 juta," kata mantan Direktur Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut tersebut.
Ia memprediksi bahwa besaran proyek di bawah Rp200 juta per paket tersebut akan menjadi celah yang rentan disalahgunakan antara oknum aparatur pemerintah melalui panitia pengadaan barang dan jasa dengan penyedia untuk bisa leluasa berkonspirasi melakukan korupsi.
Komentar