Kekuatan Publik dan Media dalam Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua
Media aktif menyampaikan perkembangan pengungkapan fakta, mulai dari kejanggalan tewasnya Brigadir J, otopsi ulang, pembentukan Timsus dan Irsus yang melihat dugaan pelanggaran etika profesi karena kesalahan prosedur, hingga pelibatan Komnas HAM, Kompolnas dan LPSK.
Pergeseran opini dari tembak-menembak ke arah pembunuhan berencana dengan penembakan tak lepas dari pengaruh media.
Sebagaimana dikemukakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD bahwa skenario atas tewasnya Brigadir J sudah terbalik berkat dukungan media (Noor, 2022).
Menurut Mahfud MD, skenario tewasnya Brigadir J mulai terungkap berkat dukungan dan pengawalan dari media dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
Opini publik dan Spiral of Silence
Dengan menggunakan pendekatan spiral of silence Noelle-Neumann (West & Turner, 2021), pengaruh media bekerja dengan keyakinan bahwa media ada di mana-mana; menyajikan berita dalam intensitas yang tinggi dalam frekuensi dan durasi.
Selain itu setiap media menghadirkan konten yang kurang lebih serupa dengan media lainnya. Media mainstream baik cetak, elektronik, maupun online berlomba menghadirkan kasus terbaru dari kasus pembunuhan ini.
Tak terkecuali, media sosial seperti Twitter, Youtube hingga Tiktok, yakni platform yang tengah digandrungi warganet Indonesia khususnya generasi Z. Mereka tidak hanya tertarik mengikuti kasus tersebut, namun juga berkomentar.
Dari hasil penelitian Hakobyan (2020), media sosial menjadi platform yang dapat bermain di ranah publik dan privat, yakni pengguna dapat mengungkapkan opini melalui status dan pesan yang bersifat privat maupun publik.
Dari pagi hingga malam hari, media menyajikan berita dalam format program bermacam-macam, sehingga tayang berulang kali dan relatif terus-menerus.
Komentar