Sekilas Info

Membentuk Kader Pemimpin Futuristik

Dr Rasminto

Membentuk Kader Pemimpin Futuristik
Oleh Dr. Rasminto

Ada seorang penulis dan futurolog yang dikenal karena karya-karyanya membahas mengenai revolusi digital, dan revolusi komunikasi bernama Alvin Toffler, yang mengatakan bahwa “buta huruf di abad 21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca atau menulis, melainkan mereka yang tidak belajar (learn) hal-hal baru yang penting untuk dikuasai, mereka yang membuang apa-apa yang sudah tidak relevan dengan perubahan zaman (unlearn), dan belajar kembali hal-hal yang pernah dikuasai sebelumnya, namun sekarang telah berubah (relearn).”

Apa yang disampaikan Alvin Toffler saat ini sangat relevan dalam membahas kepemimpinan adaptif dalam menghadapi tantangan masa depan. Dengan demikian, kita harapkan Indonesia dapat melahirkan profil generasi muda masa depan yang berjiwa kepemimpinan adaptif yang dapat meraih momentum dari segala tantangan zaman. Tentunya hal itu harus diraih dengan sungguh-sungguh secara aktif untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman dalam menghadapi kondisi dinamika yang ada terutama pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi di masa depan.


Baca juga:
Refleksi 77 Tahun TNI: Sinergi dan Integrasi Nasional Sebuah Keniscayaan


Dinamika dan Tantangan Masa Depan

Di masa depan, kompetisi dan dinamika gaya hidup akan lebih kompleks, tidak stabil, dan penuh ketidakpastian dibanding era sebelumnya. Tantangan hari esok tentunya akan sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dengan arus informasi yang sangat cepat dan semakin detail. Disisi lain, kondisi global telah mengurangi gesekan dan ketidakpastian di area kompetisi itu sendiri, dimana sistem jaringan memungkinkan manusia bekerja dengan manuver pencarian informasi pada segala kondisi medan yang kompleks namun dapat mengetahui informasi lebih cepat dan akurat terlepas dari cuaca dan medan. Hal itulah, dinamika dan kompetisi apapun akan dibutuhkan kompetensi yang bersifat intelektual, karena setiap generasi di masa yang akan datang harus memiliki kemampuan mengubah data menjadi informasi, dan harus dilakukan dengan cepat. Selain itu, Future Of Jobs Report pada World Economic Forum 2020 merilis data bahwa pelatihan tentang peningkatan kompetensi para pekerja sangat dibutuhkan untuk tahun 2025 yang akan datang, dimana sebanyak 40% skill inti dari pekerja diperkirakan akan berubah pada lima tahun yang akan datang. Sehingga, juga akan diperlukan daya juang (ketahanan mental) dan komponen intelektual bangsa ini untuk dapat bersaing di kancah dinamika global yang semakin bergantung tentang manfaat multidisiplin ilmu.

Jika kita perhatikan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, kondisi nasional kita telah diuji oleh guncangan dari unprecendented global crisis, yakni pandemi Covid-19 yang telah merebak di Indonesia sejak awal tahun 2020. Akan tetapi, puncak pandemi akibat Covid-19 tersebut telah kita lewati. Namun, dampak turunannya hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi Indonesia untuk dapat memulihkannya, seperti pemulihan kesehatan baik jasmani maupun psikologis (panic buying), dampak terhadap ekonomi, sosial-budaya, dan lain sebagainya.


Baca juga:
Kekuatan Publik dan Media dalam Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua


Belum selesainya dampak akibat dari pandemi covid-19 tersebut, yang perlu kita perhatikan untuk ke depan ialah tantangan atas percikan-percikan ketegangan politik domestik, dimana Indonesia akan mengadakan perhelatan politik besar pada tahun 2024, yakni pemilu serentak pertama kali, dengan pelaksanaan secara bersamaan dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten dan Kota, serta juga Pilkada secara serentak. Sedangkan tantangan secara global ialah perang dagang yang lebih mengarah ke politik ekonomi daripada ekonomi murni. Kemudian soal krisis Perubahan iklim dunia terkait semakin terbatasnya sumberdaya alam yang utamanya mengenai urusan kebutuhan hajat orang banyak. Dan juga, di sisi lain akibat dari bonus demografi yang mengakibatkan ledakan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan konsumsi domestik lebih tinggi, peningkatan kebutuhan bahan bakar akibat penurunan produksi BBM dan mineral karena sumber daya alam yang terbatas (tidak bisa diperbaharui) serta belum efektifnya pengelolaan energi baru terbarukan yang dianggap mampu menggantikan energi fosil tersebut.

Sedangkan kondisi geopolitik global saat ini luar biasa penuh ketidakpastiannya. Kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin berhati-hati. Tiap negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan nasionalnya. Oleh karena itu, proteksionisme setiap negara kemungkinan akan semakin besar, polarisasi global akan semakin menguat. Begitupun ketegangan-ketegangan yang ada saat ini, misalnya, antara Taiwan dan China. Atau konflik perang antara Ukraina dan Rusia yang efek dominonya terasa sekali pengaruhnya bagi negara lain di penjuru dunia dengan dampaknya di sektor pangan, energi, ekonomi secara global. Bahkan dari persoalan global tersebut, dunia akan mengalami krisis global, dimana laporan bulan September 2022 Amerika Serikat mengalami inflasi yang tinggi yakni sebesar 8,2%, juga negara-negara eropa lainnya seperti Turkiye mengalami hiper inflasi hingga mencapai lebih 80%, belum lagi dampak gempa bumi awal Februari 2023 yang menewaskan lebih dari 35,000 jiwa dan ratusan bangunan hancur belum teridentifikasi total kerugian dan dampak yang ditimbulkan secara ekonomi negara, tentunya hal ini semakin membuat suram kondisi global.


Baca juga:
Perempuan dalam Kesetaraan Politik, Menyongsong Pemilu 2024


Oleh karena itu, kita harus menguatkan keyakinan, bahwa bangsa ini dan kita semua memiliki kapasitas yang tangguh untuk menghadapi berbagai tantangan masa depan. Dengan keyakinan yang kuat, kita bersama-sama akan mampu membawa tujuan bangsa untuk terus tumbuh lebih baik dalam mengisi kemerdekaan, demi mewujudkan Indonesia yang aman serta maju dan sejahtera. Terlebih, kini Indonesia masuk dalam perhitungan di kancah global. Mengingat Indonesia merupakan negara yang besar baik dari sisi populasi dan potensi ekonominya. Bahkan telah menjadi bagian dari anggota G20. Artinya, Indonesia masuk dalam 20 besar negara ekonomi terbesar di dunia. Maka, Indonesia harus membuka cakrawala terhadap kondisi global yang terjadi saat ini, dan kita tidak boleh tidak, harus paham terhadap konteks geopolitik yang begitu dinamis.

Menjadi pemimpin di masa depan itu sangat berat dan memiliki resiko yang tinggi sehingga membutuhkan kemampuan leadership yang mumpuni. Untuk menjadi pemimpin adaptif harus bisa memahami nilai-nilai yang membentuk karakter seorang pemimpin, seperti loyalitas yang kuat, menjalankan tugas dan tanggungjawab dengan sepenuh jiwa dan raga, adanya rasa hormat atau kepatuhan atas posisi yang diembannya, serta memiliki atribut mental profesionalisme, fisik yang sehat dan kecerdasan emosional yang diperlukan untuk mendukung nilai-nilai dalam mencapai misi yang besar, yakni mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pribadi kepemimpinan adaptif yang terampil akan tetap menjadi yang terpenting bagi para pemimpin generasi muda di abad ke-21. Keterampilan itu dilandasi oleh cara berpikir secara strategis, dapat menyampaikan tujuan atau misi yang akan dicapai, mendorong kohesi kelompok, menegakkan kedisiplinan, dan membuat keputusan cepat dalam situasi yang tidak menentu. Dan, pribadi pemimpin adaptif juga harus mampu menguasai berbagai bidang pengetahuan, dimulai dari yang sangat umum hingga bidang keahlian dan keterampilan yang sangat spesifik diberbagai disiplin ilmu atau dalam kata lain memiliki multi talenta. Kemudian, tindakan yang harus dilakukan oleh pemimpin adaptif itu ialah membuat misi atau tugas serta fungsi organisasinya yang dapat menyelesaikannya secara efektif, mempengaruhi misi, dan sedapat mungkin meningkatkan unit dan sistem yang ada di bawah kendali pimpinan tersebut. Hal itu harus ditunjang dengan kemampuan tugas operasional khusus, memiliki kemampuan intelektual dan kognitif yang baik, dan keluasan pengetahuan maupun multiperspektif.


Baca juga:
Intelektual: Tradisional dan Organik?


Keterampilan Operasional Khusus baru-baru ini atau yang sedang berlangsung dalam bidang keterampilan khusus membutuhkan lebih banyak penekanan karena telah menjadi lebih penting, dan lebih kompleks. Keterampilan itu termasuk diantaranya tentang penyediaan sarana dan fasilitas dalam kerja-kerja kolaboratif, melibatkan diri dengan berbagai kelompok latar belakang, intuisi kedaruratan, kemampuan operasional di daerah perkotaan atau terbatas, memahami situasi dinamika persoalan, dapat menggunakan teknologi untuk kesadaran situasional, mengintegrasikan kekuatan kolaboratif, dan berinteraksi dengan media massa.

Sedangkan tuntutan Kemampuan Intelektual dan Kognitif di era kontemporer saat ini menempatkan nilai tawar yang lebih tinggi dalam membuat keputusan dengan cepat, dalam kondisi yang tidak biasa di tengah situasi yang lebih besar ambiguitas dan ketidakpastian yang tidak dialami oleh pemimpin di masa lalu. Maka, pengambilan keputusan dalam kondisi darurat sekalipun membutuhkan beberapa kompetensi intelektual yang mendukung situasi dan kondisi zamannya, yaitu; Penguasaan pola, kemampuan untuk mendapatkan pemahaman situasional, mengelola mental sebaik mungkin, berpikir kritis, dan tentunya kemampuan beradaptasi. Dan, pemimpin juga perlu memiliki pemikiran yang multi perspektif dan pengetahuan global untuk menambah informasi dalam mengambil keputusan, terutama dalam ruang lingkup yang tidak dikenalnya. Sehingga Kita harus senantiasa "learning by doing" dan "transfer of knowledge" bagi para pemimpin masa depan, juga berikan keteladanan tentang “cara berpikir kritis, dan bukan apa yang harus dipikirkan”.

Adaptasi Skill Kepemimpinan

Selanjutnya 1 2
Penulis: Rasminto
Editor: Devis Karmoy

Baca Juga