SPA, Seks, dan Setoran: Wajah Gelap Kota Medan di Balik Aroma Minyak Pijat

Oleh: Simon Douglas Hutagalung, SH — Advokat dan Pemerhati Sosial
Malam menggantung mendung ketika saya menapakkan kaki di salah satu sudut kota Medan yang belakangan dikenal dengan satu kata: "spa". Bukan tempat relaksasi yang menenangkan jiwa, melainkan titik-titik suram yang menjajakan tubuh perempuan atas nama layanan pijat.
Hujan menjadi saksi saat saya memulai perjalanan panjang menguak sisi gelap kota ini. Sembilan bulan, saya dan tim menyusuri gang-gang, menyamar sebagai pelanggan, dan menggali fakta demi fakta yang mencengangkan. Di balik tirai aroma minyak pijat dan senyum para "terapis", tersimpan praktik eksploitasi seksual yang masif dan terorganisir.
Bermula dari layanan pijat biasa, para perempuan muda yang disebut "terapis" ternyata juga diminta untuk membuka baju, membuka harga, dan membuka tubuhnya bagi pelanggan yang membayar lebih. Namun kenyataan paling memilukan bukan di ruangan spa itu sendiri—melainkan di titik awal mereka direkrut.
Dijanjikan Kerja, Dijual di Spa
Investigasi kami mengungkap nama Dermawan (samaran), otak di balik perekrutan perempuan-perempuan muda dari daerah Jawa Barat. Mereka dijanjikan pekerjaan layak sebagai terapis pijat, namun saat tiba di Medan, mereka dijebak dalam sistem yang menjadikan tubuh mereka komoditas utama.
Spa yang dikelola Dermawan di kawasan Medan Sunggal menjadi tempat pelatihan, bukan untuk profesionalitas, melainkan untuk mempersiapkan para wanita ini melayani "pijat plus-plus"—dari buka atas, buka bawah, hingga praktik booking out (BO) di malam hari.
Dermawan tak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh seorang wanita bernama Nila (samaran), yang bertugas sebagai interviewer dan trainer palsu. Mereka membangun sistem licin dengan pola setoran rapi.
Komentar