Sekilas Info

Opini

Pentingnya Kritik dan Godaan Demagogi

Haryatmoko

Demagog berusaha memanipulasi dan mengeksploitasi emosi dan prasangka negatif untuk mewujudkan agenda tersembunyi. Caranya, memanfaatkan ketidakpuasan publik yang sudah berkembang. Demagog biasanya bersembunyi di balik dalih kebebasan berekspresi. Padahal, manuvernya menyebabkan erosi prinsip-prinsip demokrasi, polarisasi, dan penindasan terhadap pemikiran yang berlawanan.

Dengan menggunakan naluri dasarnya mengeksploitasi perpecahan, demagog merusak kepercayaan publik terhadap institusi karena dengan kecanggihan argumentasi yang dimilikinya mampu membungkam pendapat berbeda sampai lawan bicaranya tidak menyadari dirinya sedang mengalami pemberangusan sistematis.

Baca juga: Teknologi AI Dalam Penyebaran Informasi Palsu, Tantangan dalam Pemilu

Partisan

Meskipun menyatakan diri independen, pengamat yang demagog biasanya memiliki motif partisan atau afiliasi dengan kepentingan tertentu. Ambisi politiknya lebih baik disalurkan dengan secara konsisten menentang yang sedang berkuasa karena dapat menjadi strategi untuk meraih popularitas yang menarik bagi segmen pemilih tertentu. Dengan memosisikan diri sebagai kritikus vokal terhadap otoritas, pengamat dapat memanfaatkan ketidakpuasan publik dan menumbuhkan basis pendukung yang skeptis terhadap kemapanan.

Dengan secara konsisten mengkritik yang berkuasa, bahkan ketika kebijakannya efektif atau menguntungkan, pengamat tetap bersiteguh pada keyakinan pribadi daripada pertimbangan praktis. Posisi seperti ini membatasi kemampuannya untuk terlibat dalam dialog konstruktif atau berkolaborasi dalam isu-isu yang memiliki kesamaan.

Demagog berusaha memanipulasi dan mengeksploitasi emosi dan prasangka negatif untuk mewujudkan agenda tersembunyi. Caranya, memanfaatkan ketidakpuasan publik yang sudah berkembang.

Baca juga: Raim Laode, Meniti Kesuksesan dari Kampung dengan Lagu Romantis “Komang”

Padahal, analisis kritis harus berakar pada penilaian yang adil terhadap fakta, pemahaman konteks, dan komitmen terhadap pengambilan keputusan berbasis bukti. Namun, kelemahan di sisi ini mudah ditutupi oleh demagog karena ia adalah komunikator yang andal yang terampil dalam retorika dan persuasi. Kelemahannya baru terlihat kalau audiens menilik kedalaman dan substansi ide dalam kebijakannya.

Demagog canggih menggunakan slogan yang menarik tanpa memberi rencana konkret bagaimana mewujudkannya atau membuktikan rekam jejak pencapaiannya.

Sebagai komunikator, demagog terampil menyederhanakan isu-isu yang kompleks dengan istilah yang sederhana; menawarkan jawaban mudah terhadap masalah yang kompleks demi menarik simpati publik.

Baca juga: DANAU TOBA: Menarik Bagi Kalangan Muda-Mudi, Destinasi yang Mencuri Perhatian

Perhatikan tanda-tanda penyederhanaan yang berlebihan, seperti menghindari diskusi yang penuh nuansa, tetapi langsung menggunakan kategori stigmatis ”bodoh”, ”menjual negara”.

Demagog mudah menimpakan penyebab masalah sosial kepada seseorang atau institusi tertentu sebagai target untuk dikambinghitamkan, maka menghujat menjadi salah satu modus operandi. Tujuannya, memprovokasi kemarahan publik dan mengalihkan perhatian dari isu-isu yang mendasarinya.

Hujatan sebagai strategi diskualifikasi

Selanjutnya 1 2 3 4 5
Penulis: SJ Johannes Haryatmoko
Editor: Redaksi

Baca Juga