Sekilas Info

Opini

Pentingnya Kritik dan Godaan Demagogi

Haryatmoko

Pentingnya Kritik dan Godaan Demagogi
Oleh : SJ. Johannes Haryatmoko

Memang sering dibutuhkan pihak yang berani dengan keras menyampaikan kritik. Masalahnya, tidak jarang pihak pengkritik mudah terpeleset jatuh dari suara kritis sebagai devil’s advocate, berubah menjadi seorang demagog.

Dalam menjaga marwah demokrasi, wacana kritis berperan penting. Tujuannya agar politik diarahkan untuk memperluas lingkup kebebasan, membangun institusi-institusi yang lebih adil dan kesejahteraan bersama. Atmosfer politik yang terbuka terhadap wacana kritis akan mendorong warga negara berani terlibat dalam analisis kebijakan publik dan perdebatan rasional yang sehat.

Perbedaan pendapat dan suara kritis tersebut diperlukan agar sistem politik kuat. Diskusi publik mutlak perlu agar warga negara bisa terlibat dalam menciptakan nilai-nilai bagi komunitasnya.

Baca juga: Antara Politik Identitas dan Identitas Politik

Keterlibatan ini adalah wujud nyata pemberdayaan masyarakat di ruang publik karena kondusif membentuk warga negara kompeten (Mezey, 2008), yaitu warga negara yang menyadari kewajibannya dan memahami hak-haknya serta hak-hak sesama warga negara, sehingga terdorong untuk memperjuangkannya dengan mengorganisasi diri.

Dalam perjuangannya, warga negara perlu mengasah diri agar tajam dalam analisis wacana kritis.

Wacana kritis, di mata warga negara kompeten, bukan hanya upaya untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan suatu kebijakan publik, melainkan juga menawarkan perspektif alternatif untuk memperkuat kualitas kebijakan, strategi, dan keputusan sehingga kebijakan publik mendasarkan pada informasi yang memadai dan bisa dipertanggungjawabkan dari sisi etika.

Baca juga: Intelektual: Tradisional dan Organik?

Atmosfer politik yang terbuka terhadap wacana kritis akan mendorong warga negara berani terlibat dalam analisis kebijakan publik dan perdebatan rasional yang sehat.

Tentu saja dalam menyampaikan gagasan atau kritik di ruang publik, warga bisa menggunakan beragam cara. Ada yang halus tajam; ada yang keras mengena. Namun, ada juga yang keras, tetapi kasar mengentak, meski tidak bertentangan dengan kebebasan berekspresi.

Dari ”devil’s advocate” ke demagog

Memang sering dibutuhkan pihak yang berani dengan keras menyampaikan kritik sebagai devil’s advocate agar penguasa tersentak sehingga mau memperhatikan dan membuka diri bagi masukan dan aspirasi yang berlawanan dengan kebijakannya. Devil’s advocate dibutuhkan karena fungsinya memang mencari celah kelemahan suatu argumen untuk menguji kesahihan dan soliditas kebijakan.

Baca juga: Agama, Kasih dan Peradaban

Hanya, masalahnya, tidak jarang pihak pengkritik mudah terpeleset jatuh dari suara kritis sebagai devil’s advocate, berubah menjadi seorang demagog.

Seorang demagog menggunakan retorika untuk memanipulasi emosi publik dalam rangka memengaruhi opini publik, mendistorsi informasi, menebar kebencian untuk menarik simpati publik demi mewujudkan agendanya.

Demagog sering kali menggunakan taktik menghujat, mengambinghitamkan, atau menebar ujaran kebencian. Fokus utamanya mengendalikan dan mendikte narasi, menjauhkan diskusi dari substansinya. Bagi demagog, narasi menjadi lebih penting daripada fakta. Maka, bukti sering diabaikan. Lalu kebenaran direduksi seakan hanya masalah keyakinan.

Baca juga: Memaknai Polusi Budaya

Memang tidak mudah menentukan garis pembeda antara devil’s advocate dan demagog karena keduanya canggih dalam bermanuver melalui argumentasi yang koheren, metodis, dan sistematis.

”Devil’s advocate”

Dalam politik, peran devil’s advocate penting, yaitu mempertanyakan dan menantang keyakinan, kebijakan, atau keputusan yang berlaku. Tujuannya untuk merangsang pemikiran kritis dan memastikan analisis mendalam dan menyeluruh dari perspektif yang berbeda.

Devil’s advocate memainkan suara berlawanan, bahkan meski sebetulnya bukan posisi pribadinya. Tujuannya menawarkan argumen tandingan, mengajukan keberatan, dan meneliti kebijakan atau ide yang diusulkan.

Baca juga: Membentuk Kader Pemimpin Futuristik

Selanjutnya 1 2 3 4 5
Penulis: SJ Johannes Haryatmoko
Editor: Redaksi

Baca Juga