Sekilas Info

Surat Cinta Kisman Latumakulita Untuk Dewan Pers

Langkah penting pertama yang dilakukan Pak Habibie setelah menjabat presiden adalah membebaskan semua tahanan politik, tanpa melihat kasusnya apa. Langkah berikutnya, Pak Habibie membebaskan pers nasional dari segala belenggu kebobrokan, kebusukan, dan kekerdilan dari lembaga yang puluhan tahun dipakai pemerintah Orde Baru untuk mengontrol pers nasional, yaitu Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG) Departemen Penerangan.

Lembaga superbody Ditjen PPG Departemen Penerangan di eranya Orde Baru tersebut lalu mengingatkan saya kepada nama-nama tokoh penting seperti Pak Ali Moertopo, Pak Harmoko (mantan Menteri Penerangan), Pak Subrata, dan Pak Dr. Janier Sinaga (mantan Dirjen PPG). Semoga saja Allaah Subhaanahu Wata’ala mengampuni segala kesalahan mereka kepada insan pers Indonesia. Amin amin amin.

Pak Habibie tidak sendirian. Peran ada Pak Letjen TNI (Purn.) Yunus Yospiah, tokoh penting lain di balik kemerdekaan pers Indonesia dari belenggu Dirjen PPG Departemen Penerangan. Pak Yunus yang jagoan di medan tempur Timur-Timor, bersama Letjen TNI (Purn.) Theo Syafii dan Letjen TNI (Purn.) Sofian Effendi (ketiganya dari Korps Baret Merah Kopassus) itu menjadi sangat peduli dengan kebebasan pers negeri Indonesia. Pak Yunus yang purnawirawan TNI itu top, hebat, dan mengagumkan.

Berkaitan dengan berbagai perilaku aneh Dewan Pers dan para Tenaga Ahli Dewan Pers belakangan ini, terutama meteri pertemuan media dengan Redaksi Majalah FORUM Keadilan, maka saya selaku pribadi yang hari ini kebetulan menjadi wartawan Majalah FORUM Keadilan menyampaikan pendapat pribadi (tidak mewakili sikap resmi Majalah FORUM Keadilan) merasa perlu untuk menyampaikan pendapat pribadi.

Saya menduga Dewan Pres dan para Tenaga Ahli Dewan tampaknya sangat dangkal, kerdil dan miskin pemahaman yang terhadap sebab-musabah dibalik lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Padahal Pak Habibie dikenal sebagai “Bapaknya Demokrasi Indonesia”. Salah satu pilar terpenting negara demokrasi adalah kebebasan pers. Tidak seperti Ditjen PPG eranya Orde Baru yang buruk, bobrok dan busuk itu.

Dewan Pers sebaiknya tidak berkhayal, tidak berangan-angan, tidak bermimpi atau berprilaku seperti Ditjen PPG Departemen Penerangan. Apalagi Dewan Pers sampai menganggap dirinya lembaga superbody, seperti yang dikemukakan pada rapat zoom dengan Redaksi Majalah FORUM (dari rekaman audio Majalah FORUM). Ko, syahwat berkuasa Dewan Pers menonjol bangat. Masa insan pers mengkhayal kekuasaan?

Dewan Pers dan para Tenaga Ahli Dewan Pers sebaiknya meluangkan waktu membuka dan membaca lagi peristiwa “Philedevia Contitutional Convention”, yang dimulai 25 Mei 1787 di Philedevia. Ketika itu sebanyak 13 negara bagian menyatakan tidak bersedia berabung dengan American Union, hanya karena masalah kebebasan pers dan Hak Asasi Manusia (HAM) belum dimasukkan dalam konstitusi Amerika.

Empat tahun kemudian, tapatnya tahun 1791, setelah dilakukan amandemen pertama konstitusi Amerika, dimana masalah kebebasan pers dan HAM sudah masuk ke dalam konstitusi Amerika, berulah 13 negara bagian menyatakan diri mau bergabung dengan American Union. Begitu pentinya soal kebebasan pers tersebut untuk sebuah negara yang menyandang status sebagai “negara demokrasi”.

Sejak kapan ya, Dewan Pers dimandatkan UU Nomor 40 Tahun 1999 menjadi lembaga penyelidikan? Sehingga Dewan Pers bekepentingan untuk melakukan penyelidikan ke data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) tentang data pribadi wartawan Majalah FORUM, Luqman Ibrahim Soemay? Sebab nama Luqman Ibrahim Soemay telah tercatat dengan sangat jelas sebagai wartawan Majalah FORUM Keadilan di box redaksi.

Apa saja kerugian yang telah, sedang dan akan diderita Dewan Pers, sehingga perlu melakukan penyelidikan ke Dukcapil tentang data pribadi saudara Luqman Ibrahim Soemay? Dulu di eranya Ditjen PPG, sebagian besar wartawan hanya dengan dengan kode angka atau huruf. Tanpa harus menulis nama yang jelas. Misalnya, Kisman Latumakulita kodenya itu “M15”, atau teman saya Mangarahon Dongoran kodenya “D-21”. Toh, Ditjen PPG Orde Baru sekalipun, nggak pernah melakukan pelacakan data pribadi siapa itu wartawan yang berkode M15 dan D-21.

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6
Penulis: Kisman Latumakulita
Editor: Redaksi
Photographer: Istimewa

Baca Juga