Sikapi Kekerasan di Besipae, Penyair ini ‘Tampar’ Pemprov NTT Lewat Puisi

Alor – Sehari setelah peringatan Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia, masyarakat Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur mengalami pengancaman dan intimidasi oleh aparat Kepolisian, TNI dan Satpol-PP yang menggusur paksa tempat tinggal warga Besipae pada Selasa (18/8/2020) lalu.
Kekerasan non verbal itu menimbulkan kecaman dari berbagai pihak diantaranya elemen masyarakat, aktivis, pengamat politik, hingga lapisan masyarakat rendah pun ikut mengecam aksi brutal aparat penegak hukum disana.
Salah seorang pemuda Adonara, Kabupaten Folres Timur, Nusa Tenggara Timur yang juga penulis buku (Melawan Badai Zaman) Djafar Doel AH di Makassar, Sulawesi Selatan bahkan sampai menulis puisi yang diberi judul "Mama, Kita Belum Merdeka".
Sebagai kritik atas kekerasan yang dialami warga Besipae, Djafar pun menuliskan puisi untuk disampaikan kepada Pemerintah Provinsi NTT.
Berikut beberapa kutipan puisi karya Djafar Doel AH pemuda asal Solor yang diterima Daily Klik.
/1/
Bukan tenun budaya
yang digunakan Tuan besar
menjadi perhatian kita orang,
Bukan senyum manis dan
sedikit menggoda
membuat kita
L U P A.
Mama, kita orang
belum merdeka seutuhnya,
Mereka yang bersenjata rapi itu
dengan wajah-wajah garang
menghadang kita semua.
Apalah arti merdeka Mama?
/2/
Gunung-gunung terus dirusaki,
Keindahan alam semakin diperkosa,
Bunga edelweis sembarang
dicabut, dipetik, dicumbui.
Bukan sampah di gunung
yang jadi pokok masalah Mama,
Tapi, rumah kita orang dibongkar,
Kita semua diusir dari
tanah sendiri.
Dong berpakian rapi itu
terus membunyikan senjata,
Menghadang rakyat dengan tindakan
represif dan tak berprikemanusian.
Mama, mana merdeka
yang dong semua janjikan?
/3/
Di tanah Timur Indonesia
kita sedang dilanda duka lara,
Di negeri matahari terbit
hidup kita semakin
TERJEPIT.
Mama, nasib kita
tunggu Tuan tolong
sudah tak akan mungkin,
Dong hanya sibuk urus orang
kota yang punya tahta
dan jabatan.
Jeritan-jeritan guru honorer
banyak yang menutup telinga,
Histeris dan isak tangis saudara
kita orang di Besipae mereka
anggap sepele Mama.
Apakah mulut kita
harus mengunyah peluru?
/4/
Bukan julukan
preman berdasi yang mau
kita hujat dengan puisi,
Bukan Tuan besar
ingin ditampar
M A M A.
Tapi, kita orang bertanya
"Di manakah peran negara?
Apa arti para penegak hukum?
Apa guna dong berseragam
rapi itu dibiayai dari
uang R A K Y A T?"
Mama, kita masih bertanya,
Dong semua yang kita banggakan
"Apakah punya hati atau tidak?"
/5/
Kita
belum merdeka
Mama
Karena kita
masih dijajah
Hak kita masih
dirampas-dijarah
"Inikah kado HUT RI
yang baru saja kita
peringati Mama!"
Gunung tak lagi terurus
Manusia semakin kurus
Tanah semakin tandus
Penguasa semakin rakus
Elite politik semakin buas
/6/
Mama, aku lebih baik
mati di jalan perlawanan,
Ketimbang menjadi pahlawan
kesiangan di atas penderitaan
R A K Y A T K U sendiri.
Biarkan dong baku bully
di dunia maya tanpa air mata,
Yang penting kita semua
harus M E R D E K A
tanpa ada lagi
air mata.
Bukan menanti politisi
Bukan menunggu polisi
Kita berdiri
bersama anak zaman
yang bergerak atas nama
K E M A N U S I A A N.
Mama, kita belum merdeka!
Nasib tunggu Tuan tolong
hanya omong kosong
belaka Mama.
Makassar, 24 Agustus 2020
Komentar