Kebebasan Berpendapat: Fondasi Demokrasi yang Tak Boleh Diganggu

Oleh: Aryo Adhityo*)
Di tengah dinamika demokrasi yang terus bergulir, kebebasan berpendapat seharusnya menjadi nilai yang tidak tergantikan. Ia bukan sekadar hak individu yang dijamin konstitusi, tetapi juga fondasi utama dari ruang publik yang sehat. Tanpa kebebasan menyuarakan pikiran, demokrasi hanya tinggal nama, kosong dari partisipasi, sunyi dari kendali rakyat.
Namun, kenyataan sering kali tak seideal prinsip. Di banyak tempat, terutama ketika kritik diarahkan kepada kekuasaan, suara-suara itu dibungkam dengan label “penghasut”, “tidak sopan”, atau “bermasalah.”
Bahkan di era digital yang katanya membuka ruang partisipasi luas, warganet kerap diintimidasi hanya karena menyampaikan pandangan berbeda. Ini bukan sekadar gejala sensitif, tapi pertanda rapuhnya komitmen terhadap demokrasi yang deliberatif.
Kita perlu menyadari, kritik adalah bentuk kepedulian. Opini yang tajam tidak selalu lahir dari kebencian, melainkan dari harapan akan keadaan yang lebih baik. Mereka yang memilih untuk bersuara baik lewat tulisan, diskusi, media sosial, atau forum publik, adalah mereka yang masih percaya bahwa suara rakyat punya arti.
Negara tidak boleh takut pada opini. Pemerintah, parlemen, dan institusi publik seharusnya merayakan perbedaan pandangan, bukan mencurigainya. Karena dari kritiklah kebijakan diuji. Dari opini yang berseberanganlah, keputusan bisa dipertajam dan dikoreksi.
Komentar