LBH Medan Desak Presiden Jokowi Ungkap Dalang Pembunuhan Munir
Medan - Memperingati 16 Tahun kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib tepat pada tanggal 7 September 2020, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan kembali gagalnya negara dalam mengungkapkan dalang penyebab kematian Munir.
Kepala Buruh dan Miskin LBH Medan Maswan Tambak menyoroti lambannya pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi) dalam mengungkap kematian yang aktivis HAM, yang diketahui meninggal di atas pesawat Garuda Indonesia tujuan Jakarta-Belanda untuk melanjutkan studinya.
"Munir merupakan sosok yang memiliki integritas serta keberanian yang melampaui batas, hal ini dikarenakan Munir sudah biasa berhadapan dengan militer," demikian pernyataan Maswan Tambak dalam press release LBH Medan yang diterima sejumlah media di Medan, Senin (7/9/2020).
Baca juga: Dinilai Lamban Tangani Pengaduan Kliennya, Irsad Lubis: Polda Sumut 'Memble'
Lanjut dikatakan Maswan, Munir yang mengawali aktivitas HAM di sebuah areal kantong industri di Malang, Jawa Timur itu. Kala itu sudah terbiasa berhadapan dengan kelompok militer, kelompok yang paling menentukan dalam politik perburuhan Indonesia saat itu.
"Munir tidak hanya mengadvokasi kasus-kasus perburuhan, namun sering kali juga menjadi korban militerisme politik perburuhan itu sendiri. Ketika kerjanya bergeser ke kota Surabaya kondisi ini juga tidak berubah," jelas Maswan.
Bahkan, kata Maswan, Munir harus mengurusi salah satu kasus perburuhan terpenting saat itu.
"Yaitu pembunuhan Marsinah (1994). Tinta sejarah telah mencatat betapa gigihnya perjuangan Munir dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM besar, akan tetapi perjuangan tersebut sepertinya mengusik kinerja pemerintah pada waktu tersebut sehingga dalam perjalanan untuk melanjutkan study ke Belanda Munir di racun menggunakan Arsenik," tulis Kepala Buruh dan Miskin Kota LBH Medan.
"Hingga saat ini sudah 16 tahun berlalu, belum ada kejelasan menegenai kasus munir. Sedangkan 2 tahun lagi kasus tersebut sudah daluwarsa," tuturnya.
Menurut aktivis LBH Medan, Pengadilan sejauh ini baru menghukum pilot Garuda Indonesia saat itu Pollycarpus Budihari Priyanto dengan vonis 14 tahun penjara.
"Vonis itu diberikan setelah melalui berbagai tahapan peradilan Direktur Utama PT Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan, juga dikenai vonis penjara 1 tahun. Sebab, Indra dinilai membantu memasukkan Pollycarpus dalam penerbangan itu sebagai penumpang," jelasnya.
"Akan tetapi, hingga saat ini banyak pihak menilai bahwa dalang di balik pembunuhan Munir itu belum diketahui," tambahnya.
LBH Medan menilai 16 tahun waktu telah berlalu, namun pemerintah belum juga memberi kejelasan dalang pembunuhan berencana terhadap aktivitas HAM.
"Semestinya pemerintah dapat menyelesaikan kasus tersebut dan menangkap aktor intelektual sebelum kasus tersebut dinyatakan kadaluarsa pada dua tahun mendatang," sebutnya.
Maswan menganggap bahwa kematian aktivis HAM ini penting untuk diungkap karena akan berdampak pada citra penegakan hukum di Negara ini.
"Jika kasus ini tidak terungkap maka tidak menutup kemungkinan aka nada Munir-Munir dikemudian hari, apa lagi dengan semakin kompleksnya permasalahan di Republik ini," pungkasnya.
Terakhir yang lebih menarik, LBH Medan meminta agar Presiden Jokowi dan lembaga negara terkait, segera melakukan proses hukum pengungkapan kasus kematian Munir sebelum waktu kadaluarsa tiba.
Komentar