Anak-Anak di Tengah Banjir: Mencari Solusi dan Harapan

DAILYKLIK.ID, Sukabumi– Malam itu, banjir datang tiba-tiba. Air menerjang pemukiman Kampung Gumelar, Palabuhanratu, meluluhlantakkan rumah-rumah, membawa serta harapan anak-anak yang masih terlelap. Di antara reruntuhan harapan itu, ada sepatu sekolah yang hanyut, buku pelajaran yang basah, dan seragam yang tak lagi bisa dipakai.
Bagi Harri (16), kehilangan alat sekolah bukan sekadar kehilangan benda, tetapi kehilangan masa depan yang ia impikan. "Kami tidak sempat menyelamatkan apa-apa," katanya lirih.
Tak ada posko pengungsian. Tak ada bantuan dari pemerintah. Ia dan keluarganya hanya bisa berlindung di rumah tetangga yang tak terdampak.
Anak-Anak dan Hak yang Terabaikan
Banjir bukan sekadar bencana fisik, tetapi juga bencana sosial bagi anak-anak. Tidak hanya kehilangan tempat tinggal, mereka juga kehilangan akses ke pendidikan dan kesehatan. Menurut Nenty Sri Sondari (53), Ketua RT setempat, bantuan yang datang hanya dari satu sekolah yang memberikan uang Rp 200 ribu.
Sementara itu, pemerintah daerah belum memberikan bantuan apa pun, meski Dinas Sosial menyatakan, perlindungan anak dalam bencana adalah prioritas.
"Seharusnya ada bantuan, terutama alat sekolah untuk anak-anak," ujar Lia (51), ibu Harri. Ia berharap ada perhatian nyata dari pemerintah agar anak-anak bisa kembali belajar tanpa hambatan.
Membangun Harapan: Solusi untuk Perlindungan Anak dalam Bencana
Aktivis perempuan muda, Nurasiah Jamil, SKM., M.Epid, menegaskan pentingnya langkah strategis untuk melindungi anak-anak saat bencana terjadi. "Harus ada Posko Evakuasi Ramah Anak yang menyediakan fasilitas kesehatan, makanan bergizi, dan ruang bermain agar anak-anak tidak mengalami trauma berkepanjangan," tegasnya.
Ia juga mengusulkan lima langkah konkret untuk memastikan perlindungan anak dalam bencana:
- Edukasi peringatan dini di daerah rawan bencana agar anak-anak dan keluarga lebih siap menghadapi situasi darurat.
- Memasukkan kebencanaan dalam kurikulum sekolah, sehingga anak-anak memahami risiko dan cara bertahan dalam bencana.
- Melibatkan anak dalam mitigasi bencana, agar mereka tidak hanya menjadi korban, tetapi juga bagian dari solusi.
- Meningkatkan kesadaran orang tua tentang cara melindungi anak saat bencana tiba.
- Membuat kebijakan perlindungan anak yang terintegrasi dalam kebijakan mitigasi bencana, agar respons pemerintah lebih cepat dan tepat sasaran.
Banjir di Kampung Gumelar bukan hanya kisah kehilangan, tetapi juga panggilan untuk perubahan. Anak-anak berhak atas perlindungan, pendidikan, dan kesehatan, bahkan di tengah bencana.
Saatnya pemerintah dan masyarakat bergerak bersama, memastikan bahwa hak-hak mereka tidak lagi terabaikan. Karena di balik genangan air, ada harapan yang harus tetap menyala. (*)
Komentar