Sekilas Info

Menakar Alternatif Model Dalam Konstestasi Pilkada Alor

Ilustrasi | Menakar Alternatif Model Dalam Konstestasi Pilkada Alor

Menakar Alternatif Model Dalam Konstestasi Pilkada Alor

Oleh : Loly, Bonafentura

Ketika pada 2019 akhir, mungkin masih segar dalam ingatan kita Bupati Alor Amon Djobo kala itu pernah memunculkan nama nama calon pemimpin Alor di 2024- 2029, dan ketika Djobo (baca: Bupati Alor) menempatkan Alberth N Ouwpoly, Kepala Dinas Pendidikan  Nasional (Kadis Diknas) Kabupaten
Alor yang kini jadi terpidana dalam kasus korupsi dana DAK 2019 di Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Alor sebagai peringkat satu kader birokrat yang Djobo siapkan sebagai pemegang estafet kepemimpinan Alor 2024-2029, penulis mengkritisi itu dalam WAG (WhatsApp Grup) Alor Basodara sehingga ABE (sebutan karib Albert Ouwpuly) keluar dari WAG dimana penulis adminnya itu.

Harus diakui bersama, bahwa otonomi daerah yang semula digadang gadang akan menjadi entrypoint kemandirian daerah dalam mengurus rumah tangga sendiri sejak reformasi 1998, artinya telah hampir 20-an tahun lebih, kini mulai memakan korban demokrasi itu sendiri. Gerakan reformasi 98 yang mendorong reformasi birokrasi dengan UU otonomi daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, memantik konsekuensi logis bertumbuhnya kartel-kartel politik di daerah.


Baca juga:
Politik Barbar versus Etika Politik


Ada dua, dari tiga parameter yang coba penulis paparkan, dimana penulis melepas parameter perkawinan politik sebagai satu dari tiga parameter yang melahirkan kartel politik, pertama, kartel politik sebagai konsekuensi lahirnya oligarkhi semu kekuasaan di daerah yang bersumber pada kepentingan kapital dan politik protektif.

Dalam tataran ini, yang akan jadi trendsetting nya adalah adanya kecendrungan saling melindungi kepentingan politik dan kepentingan kapital diantara penguasa dan pengusaha di daerah yang kecendrungannya mencederai demokrasi itu sendiri.

Kedua, kartel politik yang lahir dari primordialisme yang kental berbasis pada suku, agama dan teritorial tertentu. Dalam tataran ini, adalah suatu keniscayaan yang tak terelakan dalam konteks Alor.


Baca juga:
Urgensi Keberanian Jaksa Dalam Penegakan Hukum


Dari dua parameter terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa kartel politik adalah suatu kecendrungan perilaku politik di daerah oleh penguasa yang sedang berkuasa untuk melanggengkan kekuasaannya melalui cara-cara yang terselubung. Kartel politik ini sesungguhnya bertujuan mempersiapkan langkah langkah strategis dalam membangun kerangka oligarkhi semu agar tatanan politik dengan keseluruhan birokrasinya tidak bergeser dari kepentingan subyektif elitnya.

Selanjutnya 1 2 3
Penulis: Loly Bonafentura
Editor: Devis Karmoy

Baca Juga