1. Beranda
  2. Opini
  3. Pendidikan

Catatan Kaki Akhir Tahun

Transformasi Pendidikan Pascapendemi untuk Menghasilkan Pemimpin Masa Depan

Oleh ,

Transformasi Pendidikan Pascapandemi untuk Menghasilkan Pemimpin Masa Depan
(Catatan Kaki Akhir Tahun)

Oleh : Fredrik Abia Kande

"From recovery to acceleration…”, ini merupakan tema pertemuan para Menteri Pendidikan negara-negara di dunia tahun 2021. Intinya adalah bagaimana mendorong terjadi percepatan pascapemulihan akibat Covid-19 melalui penciptaan lingkungan kebijakan pendidikan yang lebih baik (UNESCO, 2021). Apa yang menjadi konsern dari UNESCO perlu diterjemahkan oleh masing-masing negara di dunia dalam berbagai kebijakannya.

Bahwa upaya peningkatan kualitas pendidikan yang telah menjadi agenda besar negara-negara di dunia harus terus dilanjutkan. Negara-negara di dunia berlomba-lomba meningkatan kualitas pendidikan karena siswa-siswi dari berbagai belahan dunia akan memilih untuk kuliah di negara yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi (Best Countries for Education, 2022). Itulah sebabnya peningkatan mutu secara berkelanjutan adalah cara terbaik untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul di masa depan.

Visi 2045

Pemerintah telah menetapkan Visi Indonesia Emas 2045, bertepatan dengan momentum seratus tahun usia Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi Indonesia emas difokuskan pada 4 pilar pembangunan yakni, manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; pemerataan pembangunan; dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan. Dari keempat pilar pembangunan tersebut, isu manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menempati pilar pertama yang memang membutuhkan aksentuasi, oleh karena menjadi lokomotif bagi pembangunan di berbagai bidang.

Kebijakan Pendidikan

Pengarusutamaan sumber daya manusia yang unggul mengimperatifkan pengembangan talenta dan pemimpin masa depan untuk Indonesia unggul 2045. Pengembangan talenta dimaksud membutuhkan kebijakan pendidikan. Lim (2016) dalam Globalization, the strong state and education policy: the politics of policy in Asia, menyebutkan, negara yang kuat adalah negara yang berkepentingan dan memegang kendali kebijakan termasuk kebijakan pendidikan. Singapura merupakan salah satu negara di Asia yang mampu mengintervensi permasalahan publiknya melalu kebijakan yang berkualitas. Di antaranya pemberian beasiswa besar-besaran terhadap pelajar dan mahasiswa. Studi Yirci & Karaköse (2010), Democratic education policy and Turkish education system, menegaskan betapa pentingnya suatu kebijakan terutama kebijakan pendidikan untuk mengubah masyarakat. Atau Malaysia yang berusaha menjadikan kebijakan pendidikan sebagai instrumen untuk mempersiapkan pendidikan menuju negara maju melalui kebijakan digitalisasi pendidikan (Cheas & Merican, 2012).

Muatan Pengalaman Belajar

Pendidikan di Indonesia pada berbagai level sesungguhnya telah memiliki banyak sekali muatan keilmuan, pengalaman belajar, dan capaian belajar dengan beragam kompetensi. Semuanya dimaksudkan untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul. Hal ini mendapat justifikasi dari Mankiw (Suseno, 2021: 12) bahwa, (1) pendidikan tinggi secara substantif, sebenarnya diorientasikan ke ranah engineering (teknisi) dan ke arah pemecahan masalah scientist (ilmuan) atau bauran kedunya, (2) perguruan tinggi mempunyai tugas ganda yakni mendidik sekaligus memperhatikan dinamika perubahan lingkungan dan teknologi, sehingga lulusan yang dihasilkan akan lebih mengakrabi kompetensi teknis sekaligus isu-isu scientist. (3) lulusan perguruan tinggi harus diinternalisasi dengan berbagai masalah nyata dalam kehidupan yang ditandai dengan VUCA (volatility, uncertainly, complexity, and ambiguity).

Antitesa dari Vokasi

Artikel dari Psacharopoulos (2006) tentang World bank policy on education: A personal account, menjelaskan bahwa, berdasarkan pengalamannya selama lebih dari dua dekade bekerja sama dengan Bank Dunia, ternyata terjadi pergeseran kebijakan pendidikan secara dramatis sejak awal proyek-proyek Bank Dunia tentang pendidikan. Bank Dunia sesungguhnya menentang VOCED (pendidikan teknis kejuruan) yang terjadi di dalam sistem sekolah utama. Penempatan VOCED seperti itu telah terbukti dan tanpa diragukan lagi bahwa hal itu menyebabkan bencana (lihat Psacharopoulos dan Loxley, 1985; World Bank, 1991). Sebaliknya, Bank Dunia selalu mempromosikan VOCED di luar sistem sekolah utama yang memiliki lebih banyak peluang memenuhi tujuan mereka (Psacharopoulos, 1987).

Studi lain yakni Cankaya, Kutlu, & Cebecic, (2015) tentang The educational policy of European Union, menemukan bahwa kebijakan pendidikan Uni Eropa (UE) yang cenderung memrioritas pendidikan kejuruan, tidak selalu memberi dampak positif, sebab para lulusannya ketika bekerja dan ketika perusahaan tempat mereka bekerja menghadapi krisis yang hebat, maka mereka tidak bertahan. Itulah sebabnya dalam konteks ini, UE mencoba untuk meningkatkan jumlah individu yang mulai belajar di pendidikan tinggi karena EU menganggap lulusan pendidikan tinggi lebih tahan terhadap perjuangan dengan krisis ekonomi dan lebih menguntungkan untuk mendapatkan pekerjaan. Jadi, suatu kebijakan pendidikan yang baik perlu mengantisipasi dampak jangka panjang bagi negara. Sekalipun pada saat yang bersamaan perlu mempertimbangkan pasar tenaga kerja.

Refleksi dari pandangan dan studi di atas, yakni pertama, terdapat kelemahan dari pengarusutamaan engineering (teknisi) dari pendidikan tinggi. Selama bertahun-tahun pengalaman di Amerika, Psacharopoulos menemukan bahwa adaptasi para lulusan pendidikan kejuruan sangat terbatas. Kedua, lulusan universitas dinilai lebih mampu beradaptasi dengan perubahan di dunia kerja, terutama saat menghadapi berbagai situasi yang rumit, termasuk disrupsi di bidang sosial.

Dalam konteks ini dibutuhkan pula scientist dan leader dengan kemampuan elastisitas yang mumpuni dalam menghadapi disrupsi di berbagai bidang kehidupan. Itulah sebabnya dalam rangka mendukung pencapaian Visi Indonesia Emas 2045, diperlukan suatu transformasi pendidikan yang lebih adaptif, integratif, visioner, dan mondial. Transformasi pendidikan dimaksud yakni mempersiapkan dan mengembangkan talenta menjadi pemimpin masa depan untuk Indonesia unggul 2045. Dengan perkataan lain, Indonesia tidak cukup menghasilkan generasi yang memiliki kemampuan teknis semata. Indonesia membutuhkan generasi yang visioner dengan kemampuan leadership yang unggul. Selain itu kebijakan pendidikan juga dapat menjadi lokomotif untuk membangun semangat nasionalisme suatu bangsa (Unal, 2017).

MBKM untuk pemimpin masa depan

Dalam konteks pengembangan pemimpin untuk Indonesia unggul melalui kebijakan pendidikan tinggi maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Kebijakan MBKM merupakan suatu paradigma baru bagi perguruan tinggi untuk melakukan transformasi pendidikan karena bertujuan mendorong proses pembelajaran di perguruan tinggi yang semakin otonom dan fleksibel dan menciptakan kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. “Merdeka belajar sebagai sebuah mindset (pola pikir), pertama-tama merdeka belajar harus dipahami sebagai suatu gagasan yang dapat menolong pelaku pendidikan untuk mengevaluasi praktik pendidikan sejauh ini, apakah benar-benar sudah membebaskan para peserta didik, para pendidik, dan tenaga kependidikan saat ini” (Kande, 2022).

Konsep merdeka belajar mengubah mindset pelaku pendidikan...

Berita Lainnya