Sekilas Info

Bakumsu Dorong Ranperda Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Dibahas Ulang

Direktur Bakumsu Tongam Panggabean saat menyampaikan catatan akhir tahun 2021 dalam temu pers, di D'Caldera Coffee, Medan, Senin (20/12/2021).
Direktur Bakumsu Tongam Panggabean saat menyampaikan catatan akhir tahun 2021 dalam temu pers, di D'Caldera Coffee, Medan, Senin (20/12/2021).
Medan – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) sangat menyayangkan sikap Politik lembaga DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang membatalkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Sumut.

Pada hal Perda tersebut sangat dinantikan oleh Masyarakat Adat sebagai untuk “payung” hukum bagi warga masyarakat adat di Sumut. Hal itu disampaikan Direktur Bakumsu, Tongam Panggabean, saat menyampaikan catatan akhir tahun Bakumsu dalam Temu Pers, di Medan, Senin (20/12/2021) siang.

“Kita menyayangkan sebenarnya sikap DPRD Sumut yang secara sepihak membatalkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda)  Tentang Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di Provinsi Sumatera Utara. Perda ini kita harap sebenarnya menjadi payung hukum. Perda Payung untuk menyelesaikan persoalan-persoalan konflik masyarakat Adat yang ada di Sumatera Utara, terutama yang bersinggungan dengan lintas kabupaten,” ujarnya.

“Nah, ternyata ini bukan menjadi perhatian pemerintah saat ini dan juga legislatif dalam hal ini DPRD Sumatera Utara. Sebagai kelompok masyarakat sipil (Bakumsu) mendorong supaya (Ranperda Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat) tetap dimasukan sebagai salah satu perioritas Perda yang harus disah-kan di tahun depan (2022),” imbuh Tongam Panggabean.

Direktur Bakumsu menambahkan, pihaknya mendorong agar pihak eksekutif dan legislagif harus meneruskan pembahasan Ranperda Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat karena sudah memenuhi mekanisme penyusunan sebuah produk hukum.

“Karena prosesnya juga sudah berjalan, sudah ada naskah akademiknya, sudah ada konsultasi bahkan Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Sumut juga telah memberikan lampu hijau,” ungkapnya.

Ketika dikonfirmasi tentang relevansinya dengan Undang-undang lain yang telah tersedia, apakah belum memadai sehingga dibutuhkan sebuah Perda dalam melindungi Hak-hak masyarakat khususnya di kawasan adat?

Tongam Panggabean menilai, pembatalan Ranperda tersebut justru memperparah kekosongan legislasi  dalam melindungi warga sipil di kawasan hutan adat.

“Di tingkat Nasional ada RUU (Rancangan Undang-undang) Tentang Masyarakat Adat itu tidak selesai sampai sekarang. Lalu juga di Provinsi (Sumut) juga ternyata seperti itu, ya ini menjadi preseden buruk kedepan bagaimana legislasi kita tidak diarahkan untuk menyelesaikan persoalan konflik terutama di kawasan hutan yang salama ini kita suarakan,” jelasnya.

Fokus Kritisi Kerusakan Lingkungan

Selain menyoroti pembatalan Ranperda Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat, Bakumsu juga menyoroti sejumlah isu-isu penting yang terjadi sepanjang tahun 2021, yakni terjadinya berbagai pelanggaran HAM, isu TPL yang menimbulkan kekerasan dengan melibatkan aparat Kepolisian.

“Dari semua kebijakan yang mengatasnamakan ekonomi recovery karena (Pandemi) COVID-19 itu semua sekarang sedang diarahkan untuk membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan dan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.

“Banyak Undang-undang yang dikesampingkan disini, Undang-undang Pokok Agraria, Putusan MK (No. 35 Tahun 2012) tentang Hutan Adat bukan hutan Negara dan sebagainya, Undang-undang Desa semuanya terancam,” imbuhnya.

Perhimpunan Bakumsu saat menggelar temu pers di D'Caldera Coffee, Jalan SM Raja, Medan, Senin (20/12/2021) siang.
Perhimpunan Bakumsu saat menggelar temu pers di D'Caldera Coffee, Jalan SM Raja, Medan, Senin (20/12/2021) siang.

Selanjutnya 1 2
Penulis: Devis Karmoy
Editor: Redaksi

Baca Juga