“Orang Tua” Sejati
Penulis: Gusti Omkang Hingmane, S.Pd.,Gr
“Selamat pagi semuannya. Sehat-sehat semua, kan?”
“Selamat pagi, pak guru. Kami semua kabar baik, pak” jawab mereka.
“Baik, sebelum kita memulai ujian, mari kita berdoa sesuai kepercayaan kita masing-masing. Berdoa mulai”, Ujar gurunya setelah sampai di kelas XII Perawat.
Suasananya hening. Semua peserta didik bersikap doa dengan baik.
“Berdoa, selesai”.
Setelah itu, semua siswa disampaikan bahwa soal dalam keadaan utuh atau tersegel. Belum dibuka sama sekali.
“Anak-anak, sebelum ujian dimulai, tolong semua catatan yang berkaitan dengan mata ujian kali ini, digeser jauh-jauh. Yang ada di meja cuma soal, lembaran jawaban dan kertas cakar”.
Kertas cakar dibutuhkan, karena saat itu mata pelajaran yang diuji adalah Matematika.
Suasana hening mulai terasa saat itu. Mereka mulai sibuk mengerjakan soalnya. Gurunya pun mengisi berita acara dan daftar hadir.
“Berapa jumlah peserta didik dalam kelas ini?”, tanya gurunya saat melihat ada kursi dan meja yang banyak kosong.
“15 orang, pak guru. Tetapi 3 orang sedang pergi ke asrama. Mereka memanggil orang tua asrama mereka untuk menghadap pihak sekolah. Mereka tingkat ketidakhadiran mereka banyak. Wakasek Kesiswaan sedang memanggil orang tua mereka”, jelas Mercy, sang ketua kelas, yang biasa menulis itu.
“OK, silahkan lanjut kerjakan soalnya”, perintah guru itu.
Suasana ujian pun kembali hening. Anak-anak Perawat itu mulai menghitung atau mencakar setiap soal yang ada. Karena soal hitungan semua, mereka menghabiskan lembaran cakar dengan angka-angka dan rumus.
Benar-benar hening tanpa suara apa pun.
Komentar