Menuntut Ilmu, dan Kehidupan Jauh dari Orang Tua
Oleh: Meysa K.M. Loban
“Selamat pagi, pak guru. Selamat pagi teman-teman”, sapaanku kepada semua warga yang ada dalam kelas itu.
“Izinkan saya menjelaskan bagaimana kehidupan di asrama dan jauh dari orang tua”, permohonanku kepada semuanya.
Kelas hening. Semua mulai mendengar.
Pada tahun 2020, kedua orang tua saya menyekolahkan saya di SMKN Ampera, tepatnya di Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini memiliki 2 program keahlian, yaitu Asisten Keperawatan dan Farmasi Klinis dan Komunitas. Karena saya bercita-cita menjadi sebagai seorang dokter, Program keahlian yang dipilih adalah Asisten Keperawatan.
Untuk menjdi dokter, pendidikan, ilmu pengetahuan dan pengalaman, sangat dibutuhkan. Ini tentunya, menuntut saya harus memilih program keahlian asisten keperawatan di SMK Negeri Ampera. Mengapa? Karena asal mulanya, saya yang ingin merawat orang sakit, dan ingin merawat orang tua serta orang-orang di desa saya. Dan itu hanya ddapat dimulai dari sekolah ini.
Di sekolah ini, kami hidup bersama dengan teman-teman yang lain juga. Kami tinggal di asrama. Semua anak asrama datang dari berbagai pedesaan di kabupaten ini. Di sini tidak ada perbedaan. Walaupun, ada perbedaan kepercayaan. Ada yang islam, ada yang Kristen protestan,dan ada yang katolik. Kami sama-sama saling nmenghargai dan menghormati satu sama lain.
Ada asrama putra, dan ada asrama putri. Rumah-rumh penduduk yang kosong dan sudah dijamin oleh sekolah. Sekolah menyiapkan asrama itu ada yang dalam keadaan kosong, dan ada asrama tertentu yang punya tempat tidur. Itu pun tidak semua kamar. Sedangkan, perlengkapan yang lain ditanggung oleh kami. Uang asrama kami perbulan sebanyak Rp.25.000/bulan.
Tinggal di asrama, saya mulai belajar mandiri. Hari, minggu, bulan dan tahun silih berganti, saya lalui semuanya sendiri tanpa didampingi oleh kedua orang tua dan keluarga. semuanya dilakukan sendiri. Namun, itu bukan salah satu alasan bagi saya. Saya tidak patah semangat karna saya percaya di sinilah saya diuji Tuhan, bagaimana kita mau bertahan dalam tekanan, keteguhan iman, kesabaran, saling berbagi satu sama lain dan selalu bersyukur dalam keadaan susah dan senang.
Terkadang saya harus mengeluh dan menangis saat telponan. Telpon karena kehabisan bekal dan kebutuhan lainnya. Tidak makan seharian pun jadi. Karena dady saya terlambat mengantar bekal, uang dan keperluan lainnya. Ketika teman-teman saya tanya kamu tidak masak? Saya menjawab malas masak. Atau sudah makan. Banyak alasan saya, saya hanya berdoa dan minta kekuatan dari Tuhan dan membaca alkitab. Saya sadar dan menangis, teringat pernah bentak orang tua.
Komentar